Monday, June 8, 2015



RANGKAIAN PENGISIAN DAN RANGKAIAN CDI
Di susun guna memenuhi tugas mata kuliah TEKNIK LISTRIK DAN ELEKTRONIKA

 
 SYUKRIADI : K2513103




PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK MESIN
JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK DAN KEJURUAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2015





BAB I
1. SISTEM PENGISIAN
1.2 Pengertian Sistem Pengisian
Sistem pengisian mempunyai 3 komponen penting yakni Aki, Alternator dan Regulator. Alternator ini berfungsi bersama sama dengan Aki untuk menghasilkan listrik ketika mesin dihidupkan, hasil yang dihasilkan oleh alternator adalah tegangan AC, yang kemudian dikonversi atau diubah menjadi tegangan DC.
2.1 Cara Kerja Sistem Pengisian
Ketika mesin berputar dengan kecepatan putaran semakin tinggi, pada generator atau pembangkit tegangan terbentuk arus listrik bolak balik atau alternating current yang terus meningkat tegangannya seiring putaran mesin, diperlukan regulator untuk membatasi tegangan sesuai yang di perlukan, dengan mengurangi suplay arus listrik ke rotor koil untuk mengurangi gaya medan magnet yang terbentuk. Dengan beban besar, maka alternator akan menghasilkan arus yang besar pula, begitu juga sebaliknya,seperti contoh saat mesin habis di starter, maka pengisian alternator akan besar, dan mengecil secara otomatis setelah arus aki tercukupi. Bisa juga saat kita menyalakan lampu besar, maka kinerja alternator akan otomatis naik.
          Pada dasarnya alternator memiliki beberapa terminal utama diantara nya terminal F, terminal N, terminal E ada juga yang tidak pakai terminal E karena terminal E sama dengan ground, serta terminal B+ dan Ground. Seiring dengan kebutuhan beban dan fitur kendaraan terminal alternator juga di sesuaikan dengan kebutuhan tersebut.

BAB II

A. PENGERTIAN RANGKAIAN PENGISIAN ACCU
Rangkaian Pengisi ACCU adalah sebuah rangkaian dimana mempunyai fungsi dalam mengaktifkan mesin dan menghidupkan kembali serta mengulang proses kerja pengapian. Rangkaian tersebut juga merupakan rangkaian yang paling sering digunakan disetiap kendaraan, khususnya sepeda motor. Oleh karena hal tersebut, saat ini peran aki merupakan hal yang paling penting bagi masyarakat Indonesia, karena lebih dari setengah warganya menggunakan kendaraan bermotor untuk bepergian, oleh karena itu dengan mempelajari rangkaian ACCU Anda menjadi lebih dekat lagi untuk memahami kendaraan yang sering Anda gunakan kemanapun yang Anda inginkan tersebut. Berikut adalah sebuah penjelasan singkat tentang rangkaian ACCU yang bisa Anda pelajari dalam waktu singkat ini. Aki atau ACCU yang paling sering digunakan untuk mobil dan motor adalah jenis aki basah. Dalam mengerti rangkaian pengisi ACCU ada baiknya kalau kita mengetahui jenis aki yang akan Anda isi tersebut. Aki basah adalah yang sering digunakan, dalam sebulan minimal Anda harus melihat level ketinggian aki agar tidak kurang dari level minimum, karena hal itu sebenarnya akan merusak sel dari aki tersebut, dan ketika sudah berada dekat dengan titik minimal baiknya Anda mengis aki tersebut dengan air aki. Ciri-ciri aki yang rusak adalah ketika tidak bisa menyimpan arus listrik dengan baik atau tegangannya turun dari yang seharusnya, biasanya hal ini ditandai dengan bunyi klakson yang tidak seperti biasanya. Untuk mengisi aki otomatis dibutuhkan rangkaian automatic lead acid battery charger yang memberikan arus pengisian ke aki secara konstan.
Rangkaian pengisi ACCU ini biasanya dapat digunakan untuk mengisi aki 6, 12, dan 24 volt, tergantung dari setting pada trimpot VR. Kapasitas accu yang bisa di isi maksimal adalah 60Ah, jika Anda menginginkan kapasitas yang lebih besar maka komponen SCR dapat diganti dengan tipe yang lebih besar. Rangkaian ini tidak menggunakan relay sebagai pemutus arusnya, tetapi menggunakan SCR sehingga memiliki ketahanan yang lebih bagus.

Gambar Skema Rangkaian Pengisi ACCU


B. RANGKAIAN PENGISISAN AKI PADA SEPEDA MOTOR/MOBIL
Sistem kelistrikan pada kendaraan mobil selain sistem pengapian dan sistem starter adalah sistem pengisian. Sistem ini merupakan sistem yang mempunyai fungsi menyediakan atau menghasilkan arus listrik yang nantinya dimanfaatkan oleh komponen kelistrikan pada kendaraan dan sekaligus mengisi ulang arus pada baterai. Baterai pada kendaraan merupakan sumber listrik arus searah. Sifat muatannya adalah akan habis jika dipakai terus secara kontinu. Padahal keperluan arus listrik bagi perlengkapan kendaraan adalah setiap saat,utamanya akan banyak dihabiskan oleh sistem starter. Muatan listrik baterai akan berkurang bahkan habis apabila komponen kelistrikan kendaraan dihidupkan saat mesin mati.
Dengan demikian agar baterai selalu siap pakai dalam arti muatannya selalu penuh, maka harus ada suatu sistem yang dapat mengisi ulang muatan. Nah sistem pengisian inilah yang mempunyai fungsi tersebut.Sistem pengisian bekerja apabila mesin dalam keadaan berputar. Selama mesin hidup sistem pengisian yang akan menyuplai arus listrik bagi semua komponen kelistrikan yang ada, namun jika pemakaian arus tidak terlalu banyak dan ada kelebihan arus, maka arus akan mengisi muatan di baterai. Dengan demikian baterai akan selalu penuh muatan listriknya. Arus yang dihasilkan oleh sistem pengisian adalah arus bolak balik. Padahal semua sistem dan komponen kelistrikan kendaraan memakai arus searah. Diodalah yang berfungsi menyearahkan arus bolak balik.
1.    KOMPONEN SISTEM PENGISIAN
Adapun komponen sistem pengisian adalah sebagai berikut:
a.     Baterai,
sebagai sumber arus dan media penyimpanan arus pengisian Fungsi lainnya sebagai pemasok arus listrik untuk kebutuhan lampu-lampu waktu kendaraan berhenti/parkir di malam hari, alarm, jam elektronik, dan sebagainya saat mesin mati. Ketika mesin hidup, aki berhenti bekerja. la hanya menerima pengisian yang dikirim oleh alternator
b.     Kunci Kontak,
sebagai pemutus dan penghubung arus dari baterai ke regulator
c.      Regulator,
Tegangan listrik dar alternator tidak selalu konstan hasilnya, karena hasil listrik alternator tergantung kecepatan putaran mesin. Fungsi regulator adalah mengatur besarnya arsu listrik yang masuk kedalam rotor coil sehingga tegangan yang dihasilkan oleh alternator tetap/konstan menurut harga yag ditentukan walaupun kecepatannya berubah-ubah, selain itu juga berfungsi untuk mematikan tanda dari  lampu pengisian, lampu ini akan otomatis mati apabila alternator sudha menghasilkan arus listrik.
Gambar diatas memperlihatkan hubungan fungsi dari regulator, alternator dan baterai. Regulator pada mobil ada dua jenis yaitu regulator tipe kontak point dan regulator tipe IC.
a)     regulator alternator tipe kontak point
yaitu memanfaatkan kontak point yang mengikuti voltage regulator dan voltage relay. Voltage regulator dan voltage relay merupakan kumparan yang akan menghasilkan kemagnetan jika di aliri listrik, selanjutnya kemagnetan tersebut akan menggerakkan kontak point.
b)    regulator tipe IC,
untuk regulator tipe ini biasanya dipakai pada mobil keluaran baru. Regulator tipe ini sudah bekerja secara elektronik sehingga lebih awet, keuntungan yang lain dengan menggunakan regulator tipe IC ini adalah


d.     Alternator.
Alternator berfungsi untuk merubah energi mekanik yang didapatkan dari mesin menjadi tenaga listrik. Energi mekanik mesin dihubungkan oleh pully yang memutarkan rotor sehingga membangkitkan arus bolak-balik pada stator yang diubah menjadi arus searah oleh dioda. Bagian utama dari sebuah Alternator terdiri dari sebuah rotor yang membangkitkan elektromagnetik, stator yang membangkitkan arus listrik dan dioda yang menyearahkan arus listrik. Sebagai tambahan terdapat pula brush yang mengalirkan arus ke rotor coil untuk membentuk garis gaya magnet, bearing untuk memperhalus putaran motor dan fan untuk mendinginkan rotor, stator, dan dioda. Semua bagian tersebut dipegang oleh front dan rear frame.
Konstruksi Alternator terdiri dari:
1)    Puli (Pully)
Puli berfungsi untuk tali kipas.
2)    Kipas (Fan)
Fungsi kipas untuk mendinginkan diode dan kumparan-kumparan pada Alternator.
3)    Brush
Yaitu berfungsi sebagai panghantar arus kerotor coil
4)    Rotor coil
Rotor tersusun dari inti kutub magnet (pole core), Field coil (rotor koil), slip ring dan rotor shaft. Field coil tersebut digulung dengan cara penggulungan yang arahnya sama dengan putarannya, dan masing-masing ujungnya dihubungkan pada slip ring, kedua inti kutub dipasang pada kutub ujung kumparan sebagai penutup field coil. Garis gaya magnet akan timbul pada saat arus mengalir, salah satu kutub menjadi kutub N dan yang lain menjadi kutub S. Slip ring tersebut dibuat dari logam baja putih (stainless stell) dengan permukaan yang berhubungan dengan brush dan dikerjakan sangat halus. Slip ring dipisahkan dari poros rotor (rotor shaft).
e.      Stator coil
Stator terdiri dari inti magnet dan kumparan, bagian depan dan belakang dipasang frame sebagai pelindung. Gulungan terdiri dari kawat tembaga yang dilapisi dengan lapisan tipis yang bersifat isolator. Di bagian dalam terdapat slotslot yang terdiri dari tiga kumparan yang terdiri dari tiga kumparan yang bebas. Inti magnet bertugas sebagai saluran garis-garis gaya magnet. Gulungan kawat pada stator berjumlah tiga pasang yang dipasangkan secara segi tiga atau bintang, namun yang paling banyak dipakai adalah hubungan bintang, arus listrik yang dihasilkan adalah arus bolak balik tiga phase.
f.       Rectifier (silicon diode)
Pada diode holder terdapat tiga buah diode positif dan tiga buah diode negative. Arus yang dibangkitkan oleh alternator dialirkan dari diode holder pada posisi positif sehingga terisolasi dari end frame. Selama proses penyearah, diode menjadi panas sehingga diode holder bekerja meradiasikan panas ini dan mencegah diode menjadi terlalu panas. Pada model yang lama bagian diode positif (+) mempunyai rumah yang lebih besar dari bagian negative (-). Selain perbedaan tersebut ada lagi perbedaannya yaitu strip merah pada diode positif dan strip hitam pada diode negatif.
g.     Frame
Mempunyai dua fungsi yaitu sebagai pendukung rotor dan sebagai pemegang dengan mesin, kedua frame mempunyai beberapa saluran udara untuk meningkatkan kemampuan pendinginan.

2.     Cara Kerja Intern Pengisian Pada Posisi Mesin Mati

 
a)     Arus yang ke field coil.
Terminal (+) baterai → fusible link → kunci kontak → (IG switch) → fuse terminal IG regulator → point PL 1  → point PL o  → terminal F regulator → terminal F alternator → brush → slip ring → rotor coil → slip ring → brush → terminal E alternator → massa body.
Akibatnya rotor terbangkitkan dan timbul kemagnetan yang selanjutnya arus tersebut disebut arus medan (field current).

b)    Arus ke lampu indicator
Terminal (+) baterai → fusible link → kunci kontak IG (IG switch) → fuse → lampu CHG → terminal L regulator → titik kontak Po→ titik kontak P1 → terminal E regulator → massa body.
Akibatnya lampu indicator (lampu CHG) menyala.
3.     Mesin Dari Kecepatan Rendah ke Kecepatan Sedang.
Sesudah  mesin  hidup  dan  rotor  pada  alternator  berputar,  tegangan  / voltage dibangkitkan  dalam stator  coil,  dan  tegangan  netral  dipergunakan  untuk voltage relay, karena itu lampu charge jadi mati. Pada waktu yang sama tegangan yang  di  keluarkan  beraksi  pada  voltage  regulator.  Arus  medan  (field  current) yang  ke  rotor  dikontrol  dan  disesuaikan  dengan  tegangan  yang  dikeluarkan terminal  B  yang  beraksi  pada  Voltage  regulator.  Demikianlah  salah  satu  arus medan  akan  lewat  menembus  atau  tidak  menembus  resistor  R,  tergantung  pada keadaan titik kontak PO.
Bila  gerakan  PO   dari  voltage  relay,  membuat  hubungan  dengan  titik kontak  P2,  maka  pada  sirkuit  sesudah  dan  sebelum  lampu  pengisian  (charge) tegangannya  sama  sehingga  arus  tidak  akan  mengalir  ke  lampu  dan  akhirnya lampu  mati.  Untuk  jelasnya  aliran  arus  pada  masing-masing  peristiwa  sebagai berikut:
a)     Tegangan netral
Terminal  N  alternator  →  terminal  N  regulator  →  magnet  coil  dari voltage relay →  terminal E regulator → massa body. Akibatnya pada magnet coil dari voltage relay akan terjadi kemagnetan dan dapat menarik titik kontak Po dan P1  dan selanjutnya Po akan bersatu dengan P2 dengan demikian lampu pengisian (charge) jadi mati.
b)    Tegangan yang keluar (output voltage)
Terminal B alternator → terminal B regulator → titik kontak P2  → titik kontak Po  →  magnet coil dari voltage regulator → terminal E regulator → massa body.
Akibatnya  pada  coil  voltage  regulator  timbul  kemagnetan  yang  dapat mempengaruhi posisi dari titik kontak (point) PLo  akan tertarik pada PL1 sehingga pada kecepatan sedang PLo akan mengambang (seperti pada gambar rangkaian).
c)     Arus yang ke field (field current)
Terminal B alternator → IG switch → fuse → terminal IG regulator → point  PL1   →  point  PL2   →  resistor  R  →  terminal  F  regulator  →  terminal  F alternator → rotor coil → terminal E alternator → massa body.
Dalam hal ini jumlah arus / tegangan yang masuk ke rotor coil biasanya melalui dua saluran.
a.     Bila kemagnetan di voltage regulator besar dan mampu menarik PLo  dari PL1 maka arus yang mengalir ke rotor coil akan melalui resistor R. Akibatnya arus akan kecil dan kemagnetan yang ditimbulkan rotor coil pun kecil (berkurang).
b.     Sedangkan jika pada saat voltage regulator  lemah dan PLo  tidak tertarik pada PL1   maka  arus  yang  ke  rotor  coil    akan  tetap  melalui  poin  PL1   ke  PLo. Akibatnya arus tidak melalui resistor dan arus yang masuk ke rotor coil  akan normal kembali.
d)    Output current
Terminal B alternator → baterai dan beban → massa body
4.     Mesin dari Kecepatan Sedang ke Kecepatan Tinggi Bila  putaran  mesin  bertambah,  voltage  yang  dihasilkan  oleh  kumparan stator menjadi naik, dan gaya tarik dari kemagnetan kumparan voltage regulator menjadi lebih kuat. Dengan  gaya  tarik  yang  lebih  kuat,  field  current  yang  ke  rotor  akan mengalir terputus-putus (intermittently), akan tetapi selama mesin berputar tinggi arus dapat mengalir ke rotor coil. Dengan kata lain, gerakan titik kontak PLo  dari voltage regulator kadang-kadang membuat hubungan dengan titik kontak PL2. Bila  gerakan  titik  kontak  PLo  pada  regulator  berhubungan  dengan  titik kontak  PL2,  field  coil  akan  dibatasi.  Bagaimana  pun  juga,  point  Po  dari  voltage relay tidak akan terpisah dari point P2,  sebab tegangan neutral terpelihara dalam sisa flux dari rotor. Aliran arusnya adalah sebagai berikut:
a)     Voltage Neutral (tegangan netral)
Terminal  N  alternator  →  terminal  N  regulator  →  magnet  coil  dari voltage relay → terminal E regulator → massa body. Arus ini sering disebut juga neutral voltage
b)    Output voltage
Terminal B alternator → terminal B regulator → point P2   → point Po  → magnet coil dari N regulator → terminal E regulator. Ini yang disebut dengan output voltage.
5.     Tidak ada arus ke Field Current
Terminal B alternator → IG (switch) → fuse → terminal IG regulator → resistor R → terminal F regulator → terminal F alternator → rotor coil → point PLo → ground (no. F.C) → terminal E alternator → massa (F current). Bila  arus  resistor  R  →  mengalir  terminal  F  regulator  →  rotor  coil  → massa, akibatnya arus yang ke rotor ada, tetapi jika PLo menempel PL 2  → maka arus mengalir ke massa sehingga yang ke rotor coil tidak ada.

6.     Output Current
Terminal B alternator baterai / load masa.
Type IC Regulator
a)     Konstruksi
Konstruksi pada alternator type IC Regulator hampir sama dengan yang ada  pada  type  konvensional,  yang  membedakan  keduanya  adalah  hanya  pada penggunaan IC Regulatornya .

Disini akan ditambahkan beberapa komponen yang ada pada Alternator dengan   type   IC   Regulator   dimana   di   dalam   type   konvensional   tidak   ada. Komponen tersebut adalah:
ü IC Regulator
IC  Regulator  mempunyai  fungsi  membatasi tegangan  yang  dikeluarkan alternator  dengan  mengatur  arus  field  yang  mengalir  pada  rotor  coil.  Perbedaan antara  keduanya  adalah  pemutusan  arus,  sedangkan  pada  regulator  type  poin pemutusan arus oleh relay. IC (Integrited Circuit) adalah sirkuit yang dikecilkan yang  terdiri  dari  bagian-bagian  listrik  dan  elektronik  kecil  (transistor,  dioda,
resistor, kapasitor, dan lain-lain).
dalam  sirkuit  diagram  IC  regulator  pada  saat tegangan  output  terminal  B  rendah  tegangan  baterai  mengalir  ke  Tr1   melalui resistor R1  dan Tr1  ON pada saat itu arus field ke rotor coil  mengalir dari B → rotor coil → F → Tr1 → E. Putaran rendah : B → R1 → B Tr1 → E Tr1 → massa. Mengakibatkan
Tr1 ON. Stator → Rotor Coil → F → C Tr1 → Massa. Putaran   tinggi   :   B→   R1   →   DZ   →   B   Tr2   →   E   Tr2    →   Massa. Mengakibatkan  Tr2  ON.  Stator  Coil  →  B  →  R1  →  C  Tr2  →  E  Tr2  →  Massa. Mengakibatkan Tr1 OFF.
Pada  saat  tegangan  output pada terminal  B  tinggi,  tegangan yang lebih tinggi   itu   dialirkan   ke   dioda   zener   (ZD)   dan   bila   tegangan   (ZD)   menjadi penghantar akibatnya Tr2 ON dan Tr1  OFF. Alternator pada gambar tersebut adalah compact alternator dengan netral point   dioda.   Pada   alternator,   IC   regulator   yang   mengatur   arus   perangsang (exceting current). IC berfungsi sebagai detektor rotor coil open circuit dan untuk lampu peringatan pengisian.
7.     Cara Kerja Sistem Pengisian IC Regulator
a.     Kunci kontak ON, mesin mati
Bila  kunci kontak  ON,  maka tegangan  baterai  mengalir  ke  terminal  IC Regulator.  Tegangan  akan  dideteksi  oleh  MIC  dan  Tr1   ON,  arus  perangsang mengalir ke rotor coil melalui baterai dan terminal B. Lihat gambar dibawah ini:

Untuk mengurangi pengeluaran arus baterai pada saat kunci kontak ON seperti ini, MIC mempertahankan arus perangsang pada harga yang kecil (0,2 A) dengan  ON  –  OFF  pada  Tr1   dengan  cara  terputus-putus.  Tegangan  terminal  P adalah  0  dan  ini  dideteksi  oleh  MIC  dan  mengakibatkan  Tr2   OFF,  Tr3   ON sehingga lampu peringatan pengisian menyala.

b.     Pembangkitan arus oleh alternator (tegangan dibawah standar)
 
Bila  alternator  mulai  membangkitkan  arus,  maka  tegangan  terminal  P naik  MIC  merubah  Tr1    dan  ON  –  OFF  putus-putus  menjadi  terus  ON  ini menyebabkan baterai mengalirkan arus perangsang yang cukup ke rotor coil.
Pada saat tegangan terminal P naik, MIC membuat Tr3  OFF dan Tr2  ON dan  lampu  peringatan  pengisian  mati.  Jalannya  rotor  coil  berputar →  stator  coil menghasilkan arus → B alternator mengisi baterai. Arus N alternator → N relay →  kumparan  positif,  maka  lampu  mati  karena  tidak  dapat  massa.  Kontak  poin semula  F  →  IG  berpindah  F  →  B.  Dioda  zener  tidak  menjadi  penghantar  bila output alternator dibawah tegangan regulator. Demikian arus yang mengalir ke Tr1 terputus oleh zener dioda.
c.      Pembangkitan arus oleh alternator (mencapai tegangan standar)
Pengisian  tetap  tidak  menyala  bila  Tr1   ON  dan  tegangan  terminal  S mencapai  harga  standar,  kondisi  seperti  ini  dideteksi  oleh  MIC  dan  Tr1  OFF. Apabila  tegangan  terminal  S  turun  di  bawah  standar  maka  MIC  mendeteksi penurunan ini dan Tr1  ON lagi.
Pengulangan   proses   ini   terminal   S   akan   terus   pada   harga   standar tegangan terminal P tinggi MIC mempetahankan Tr3.
d.     Terbuka pada sirkuit regulator sensor (Terminal S)
Bila sirkuit regulator sensor terbuka pada saat alternator berputar (tidak ada input dari   terminal   S)   yang   dideteksi   oleh   MIC   Tr1     ON   dan OFF   untuk mempertahankan  tegangan  terminal  B  antara  13,3  V  dan  16,3  V.  Bila  MIC mendeteksi (tidak ada input dari terminal S) Tr2  OFF dan Tr3  ON menyebabkan lampu peringatan menyala.
e.      Terbuka pada terminal B alternator Pengisian    baterai    yang    tidak    dapat    berlangsung    sehingga    MIC mempertahankan  tegangan  terminal  B  20  V  dengan  basis  tegangan  terminal  P membuat  Tr1  ON  dan  Tr2   OFF.  Bila  pengisian  baterai  tidak  terus  berlangsung maka tegangan baterai tentu akan menurun, Tegangan baterai turun dibawah 13V,
ini dideteksi oleh MIC selanjutnya Tr2  OFF dan Tr3  ON dan menyebabkan lampu peringatan menyala.
f.       Terbukanya sirkuit rotor coil Bila    rotor    coil    terbuka    pengisian    baterai    berhenti    dikarenakan pembangkitan  listrik  berhenti  dan  tegangan  output  terminal  P  menjadi  nol.  Bila kondisi  ini  tidak  ada  pembangkitan  listrik  tegangan  terminal  P  nol,  kondisi  ini dideteksi oleh MIC dan Tr2  OFF sedangkan Tr3  ON lampu peringatan menyala

B. RANGKAIAN CDI  PADA MOTOR / MOBIL
Sistem pengapian kondensator (kapasitor) atau CDI (bahasa InggrisCapacitor Discharge Ignition) merupakan salah satu jenis sistem pengapian pada kendaraan yang memanfaatkan arus pengosongan muatan (discharge current) dari kondensator, guna mencatudaya Kumparan pengapian (ignition coil).
Pada Sistem pengapian magneto terdapat beberapa kekurangan, yaitu:
1.   Kumparan pengapian yang dipakai haruslah mempunyai nilai Induktansi yang besar, sehingga unjuk kerjanya di putaran tinggi mesin kurang memuaskan.
2.   Bentuk fisik kumparan pengapian yang dipakai relatif besar.
3.   Pemakaian kontak pemutus (breaker contact) menuntut perawatan dan penggantian komponen tersendiri.
4.   Membutuhkan Pencatu daya yang mempunyai keluaran dengan Beda potensial listrik yang relatif rendah dan Kuat arus listrik yang relatif besar. Hal ini menuntut pemakaian komponen penghubung yang mempunyai nilai Resistansi serendah mungkin.
Walaupun pada nantinya dikembangkan Sistem pengapian transistor atau TSI (Transistorized Switching Ignition) atau TCI (Transistor Controlled Ignition) yang menggunakantransistor untuk menggantikan kontak pemutus, perlahan-lahan kurang diminati seiring dengan kemajuan teknologi.
Cara kerja
Awalnya sebuah pencatu daya akan mengisi muatan pada kondensator dalam bentuk Arus listrik searah sampai mencapai beberapa ratus volt. Selanjutnya sebuah pemicu akan diaktifkan untuk menghentikan proses pengisian muatan kondensator, sekaligus memulai proses pengosongan muatan kondensator untuk mencatudaya kumparan pengapian melalui sebuah Saklar elektronik.
Karena bekerja dengan secara elektronik, sebagian besar komponennya merupakan komponen-komponen elektronik yang ditempatkan pada Papan rangkaian tercetak atau Printed Circuit Board (PCB), lalu dibungkus dengan bahan khusus agar terlindungi dari kotoran, uap, cairan maupun panas. Banyak orang yang menyebutnya modul CDI (CDI module), kotak CDI (CDI box), atau "CDI" saja.
Berdasarkan pencatu dayanya, sistem pengapian CDI terbagi menjadi dua jenis, yaitu:
1.   Sistem pengapian CDI AC yang merupakan dasar dari sistem pengapian CDI, dan menggunakan pencatu daya dari sumber Arus listrik bolak-balik (dinamo AC/alternator).
2.   Sistem pengapian CDI DC yang menggunakan pencatu daya dari sumber arus listrik searah (misalnya dinamo DC, Batere, maupun Aki).
Awalnya sebuah pencatu daya akan mengisi muatan pada kondensator dalam bentuk Arus listrik searah sampai mencapai beberapa ratus volt. Selanjutnya sebuah pemicu akan diaktifkan untuk menghentikan proses pengisian muatan kondensator, sekaligus memulai proses pengosongan muatan kondensator untuk mencatudaya kumparan pengapian melalui sebuah Saklar elektronik.
Karena bekerja dengan secara elektronik, sebagian besar komponennya merupakan komponen-komponen elektronik yang ditempatkan pada Papan rangkaian tercetak atau Printed Circuit Board (PCB), lalu dibungkus dengan bahan khusus agar terlindungi dari kotoran, uap, cairan maupun panas. Banyak orang yang menyebutnya modul CDI (CDI module), kotak CDI (CDI box), atau "CDI" saja.
Bagian-bagian sistem pengapian[sunting | sunting sumber]
Berikut bagian-bagian yang bisa ditemui (atau mungkin beberapa diantaranya kadang-kadang tidak dipakai karena sesuatu hal) di dalam suatu sistem pengapian CDI:
1.   Kumparan pengisian (charging coil).
2.   Kumparan pemicu (trigger/pulser coil).
3.   Penyearah (rectifier).
4.   Baterai (battery).
5.   Sekering (fuse).
6.   Kunci kontak (contact switch).
7.   Kondensator (capacitor).
8.   Saklar elektronik (electronic switch).
9.   Pengatur/penyetabil tegangan (voltage regulator/stabilizer).
10.                      Transformator penaik tegangan (voltage step up transformer).
11.                      Pengubah tegangan (voltage converter/inverter).
12.                      Pelipat tegangan (voltage multiplier).
13.                      Kumparan pengapian (ignition coil).
14.                      Kabel busi (spark plug cable).
15.                      Busi (spark plug).
16.                      Sistem pengawatan (wiring system).
17.                      Jalur bersama (common line).
CDI atau Capacitor Discharge Ignition adalah sistem pengapian pada mesin pembakaran dalam dengan memanfaatkan energi yang disimpan didalam kapasitor yang digunakan untuk menghasilkan tengangan tinggi ke koil pengapian  sehingga dengan output tegangan tinggi koil akan menghasilkan spark di busi. Besarnya energi yang tersimpan didalam kapasitor inilah yang sangat menentukan seberapa kuat spark dari busi untuk memantik campuran gas di dalam ruang bakar. Semakin besar energi yang tersimpan didalam kapasitor maka semakin kuat spark yang dihasilkan di busi untuk memantik campuran gas bakar dengan catatan diukur pada penggunaan koil yang sama. Energi yang besar juga akan memudahkan spark menembus kompresi yang tinggi ataupun campuran gas bakar yang banyak akibat dari pembukaan throttle yang lebih besar.
Skema CDI secara umum
Dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa CDI yang kita pasang untuk pengapian sangat berpengaruh pada performa kendaraan yang kita gunakan. Hal ini disebabkan karena dengan penggunaan pengapian yang baik maka pembakaran di dalam ruang bakar akan tuntas dan sempurna sehingga panas yang dihasilkan dari pembakaran akan optimal. Kenapa panas sangat berpengaruh? Karena disain dari mesin bakar itu sendiri, yaitu mengubah energi kimia menjadi energi panas untuk kemudian diubah menjadi energi gerak. Semakin panas hasil pembakaran di ruang bakar artinya semakin besar ledakan yang dihasilkan dari campuran gas di ruang bakar sehingga menghasilkan energi gerak yang besar pula di mesin. Panas disini adalah panas yang dihasilkan murni dari ledakan campuran gas bakar, bukan karena gesekan antar komponen didalam ruang bakar. Dengan kata lain panas yang dimaksudkan adalah panas ideal yang dapat dihasilkan dari pembakaran campuran gas bakar dengan energi dari sistem pengapian yang digunakan.
Bagaimana kita mengetahui besarnya energi dari sistem pengapian (pada kasus ini CDI) yang kita gunakan? Besarnya energi ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus dasar untuk menghitung energi kapasitor yaitu : e=1/2*c*v*v. Dimana c adalah besarnya kapasitor yang digunakan (dalam satuan Farad) dan V adalah tegangan yang disimpan di kapasitor tersebut. Misalkan saja kapasitor yang digunakan 1uF dan tegangan yang disimpan 300V maka energi dari kapasitor tersebut dihitung menggunakan rumus tadi adalah 45 mili Joule. Energi inilah yang akan dikirimkan ke busi melalui koil yang kemudian akan digunakan untuk memantik campuran gas di ruang bakar. Oleh karena itu semakin besar energi ini, semakin kuat spark yang dihasilkan oleh busi.
Spark energy
Besarnya energi ini biasanya (dan seharusnya) disebutkan pada spesifikasi CDI yang kita gunakan. Kenapa? Karena inilah inti dari CDI itu sendiri, yaitu energi yang dihasilkan. Disinilah kita bisa membandingkan atau memberikan suatu justifikasi bahwa sebuah CDI lebih powerfull dibandingkan CDI lain ataupun CDI bawaan standar pabrikan kendaraan. Namun bagaimana jika spesifikasi dari CDI yang kita gunakan tidak menyebutkan besarnya energi yang dihasilkan? Tentunya produsen CDI yang baik akan memberikan besaran-besaran spesifikasi lain yang digunakan oleh CDInya. Biasanya produsen akan memberikan tegangan output CDI, arus yang dikonsumsi, dan range RPM yang bisa dilayani oleh CDI tersebut. Disini masih ada satu pertanyaan untuk mencari nilai C yang digunakan, karena besarnya energi dihitung dengan nilai C kapasitor sedangkan produsen CDI memang jarang menyebutkan berapa besar C kapasitor yang digunakan.
Bagaimana kita mendapatkan besaran nilai C kapasitor? Tentu saja dengan menggunakan kembali parameter spesifikasi CDI yang diberikan oleh produsen. Dari teori rangkaian listrik pada suatu sistem bahwa jumlah daya yang dikeluarkan  maksimum sama dengan daya input (pada efisiensi 100%), maka kita dapat memperoleh selain nilai C kapasitor juga nilai energi yang digunakan. Daya input dihitung dengan P = V*I, dimana V adalah sumber tegangan untuk mencatu CDI, yaitu baterai (accu) dan I adalah arus dari baterai yang dikonsumsi CDI pada RPM maksimum yang masih dapat dilayani CDI.
Misalkan pada suatu CDI diketahui spesifikasi sebagai berikut :
tegangan kerja : 11 – 14.5 V
konsumsi arus : 0.1 – 0.75 A
tegangan output: 300 V
range RPM : 500 – 20000 rpm
Dari spesifikasi diatas dapat kita peroleh daya input CDI adalah P = 12 * 0.75, hasilnya adalah 9 watt. Disini digunakan V = 12 karena memang baterai (accu) yang umum digunakan di kendaraan (motor) adalah tipe 12 volt.  Arus (I) yang digunakan adalah 0.75 A (arus maksimum dengan acuan spesifikasi di atas) karena arus inilah yang digunakan untuk mengisi kapasitor pada RPM maksimum CDI (20000 rpm). Kenapa menggunakan acuan pada kondisi rpm maksimum? Karena CDI tersebut didisain untuk bekerja pada range RPM rendah- tinggi (500 – 20000 rpm). Semua disain CDI dihitung pada kondisi maksimum agar dapat beroperasi pada range RPM, karena pada RPM maksimum sistem CDI harus mengisi kapasitor sampai tegangan out yang ditentukan (300 V) sebelum satu putaran crankshaft. Karena setiap satu putaran crankshaft pasti tegangan tersebut akan dilepaskan ke koil sebagai akibat posisi sensor yang ditempatkan di magnet. Sehingga pengapian terjadi setiap 360 derajat atau dengan kata lain pengapian terjadi pada langkah kompresi dan langkah buang. Agar kapasitor dapat terisi penuh sebelum sensor mentrigger di semua range RPM maka waktu maksimum untuk mengisi kapasitor harus kurang dari waktu putaran crankshaft pada RPM maksimum. Pada kasus ini waktu pengisian harus < 0.003 detik, yang didapatkan dari rumus T=1/f, dimana f adalah RPM maksimum (20000 rpm = 333,333 Hz).
Dengan daya out CDI yang telah diketahui yaitu 9 watt, dapat kita hitung berapa energi yang dilepaskan oleh CDI. Energi inilah yang menjadi jaminan kualitas CDI yang kita gunakan. Energi ini dihitung dengan rumus P = E/T atau menjadi E = P*T. T disini adalah waktu pada RPM maksimum yaitu 0.003 sekon ( T=1/f, f=333.333Hz). Sehingga diperoleh E = 9*0.003 sama dengan 0.027 Joule. Dengan rumus energi kapasitor maka diperoleh besaran C = 2*E/(V*V) yaitu 0.0000006 Farad atau 0.6 mikro Farad.
capacitor
Dengan teori daya, maka daya yang dikeluarkan CDI maksimum sama dengan daya input yaitu 9 watt. Disini diasumsikan efisiensi sistem adalah 100 %. Pada kenyataannya tidak ada sistem yang memiliki efisiensi 100 %. Pada prakteknya efisiensi untuk pembangkitan tegangan tinggi seperti CDI berkisar di 80-85%, namun dengan disain rangkaian dan penggunaan komponen yang baik dapat diperoleh efisiensi 90%. Efisiensi lebih dari 95% belum dapat dicapai dengan teknologi komponen yang ada saat ini. Efisiensi 100% digunakan hanya untuk mempermudah hitungan kita saja, namun untuk hasil perhitungan yang lebih akurat sebaiknya besarnya efisiensi juga harus diperhatikan.
Energi 0.027 Joule diperoleh dengan efisiensi 100%, bagaimana jika efisiensi bukan 100%? Katakanlah desain CDI memiliki efisiensi 85%, maka energi output CDI adalah 0.0229 Joule. Pada mesin bakar ada parameter MIE (Minimum Ignition Energy) atau energi minimum yang dibutuhkan agar mampu membakar gas di dalam ruang bakar. Besarnya MIE ini untuk tipikal mesin 1 silinder adalah 0.020 Joule. Dari sinilah kita bisa mengetahui sebenarnya seberapa baikkah CDI yang kita gunakan. Dari kasus diatas ternyata beda energi CDI hanya sekitar 0.0029 Joule yang artinya sangat kecil. Artinya apakah dengan mengganti CDI dengan yang kita gunakan saat ini telah sesuai dengan ekspektasi?
Seperti yang disebutkan sebelumnya bahwa produsen CDI yang baik harus mencantumkan energi dari CDI mereka karena hal inilah yang menjadi jaminan bahwa produk mereka memang bagus. Karena energi CDI ini sangat bergantung pada arus input, maka tak heran jika produsen CDI terkemuka selalu mengeluarkan spesifikasi CDI sesuai dengan keperluannya. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi “tekor” pada accu yang digunakan. Sebagai contoh, pada aplikasi CDI untuk keperluan harian (daily use) harus dikompensasi antara energi yang digunakan dengan pemakaian arus yang tidak melebihi kapasitas pengisian accu. Contoh lainnya pada aplikasi pengapian untuk drag race. Untuk kasus ini mungkin  saja tidak memperhitungkan berapa arus pengisian accu. Karena pada drag race mesin hanya hidup selama beberapa menit saja dan selama itu pula semua sumber daya yang ada di mesin di explore sebanyak-banyaknya termasuk penggunaan energi CDI sebesar-besarnya dengan arus maksimal dari accu yang digunakan.
Timing pengapian dan setingan lain tentu juga berpengaruh pada hasil akhir performa mesin, namun jika kita lihat dari sisi CDI itu sendiri, energi output lah yang menentukan kualitas CDI. Dengan timing dan setingan lain yang sama, CDI dengan energi yang lebih besar akan menghasilkan performa mesin yang lebih baik.
contoh timing pengapian
Dari paparan diatas maka dapat disimpulkan bahwa tidak mungkin membuat CDI dengan spesifikasi “high energy” namun dengan konsumsi arus yang kecil, dan tentu saja hal ini bertentangan dengan hukum daya. Ingatlah bahwa rumus daya, tegangan, arus  (hukum kekekalan energi) adalah sudah matang alias sudah tidak bisa diutak-atik lagi sehingga semua hitungan dari spesifikasi CDI jelas tidak berbohong.






Gambar Letak CDI
Gambar Diagram Sistem Pengapian
Unit Capasitive Discharge Ignition (CDI) seperti terlihat pada gambar diatas memeliki lima terminal yaitu terminal kabel warna hitam strip kuning (B/Y) berhubungan dengan coil pengapian, terminal kabel warna hitam strip pituh (B/W) berhubungan dengan kunci kontak, terminal kabel warna hitam strip merah (B/R) berhubungan dengan alternator (spul), terminal kabel warna biru strip kuning (L/Y) berhubungan dengan pembangkit pulsa (pulser) dan terminal kabel warna hijau strip putih (G/W) berhubungan dengan massa/Ground. Dengan mengalihkan kabel G/W capasitive discharge ignition (CDI) yang menuju massa/ground dan kemudian menghubungkan kabel G/W ini dengan salah satu terminal pada kontaktor magnit maka selanjutnya massa/ground ditentukan oleh kontaktaor magnill.

Gambar Instalasi Pengaman Tombol Klakson Belum Ditekan

Cara Kerja Rangkaian
Mesin hidup tombol klakson belum ditekan : Massa/ground CDI (terminal G/W) , A6, A8, switch neutral, massa/ground. Jadi pada saat ini massa/ground CDI berada pada switch neutral sehingga mesin tetap bisa hidup.
Jika versnelleng tidak pada posisi neutral atau sengaja versnelleng dirubah dari posisi neutral (0) ke posisi masuk 1 (satu), maka CDI tidak mendapatkan massa/ground sehingga system pengapian tidak menghasilkan pengapian guna pembakaran bahan baker di dalam selinder yang tentunya mesin akan matGambar Instalasi Pengaman Tombol Klakson Sudah Ditekan
Dengan demikian massa/ground dari CDI yang tadinya pada switch neutral sekarang beralih pada body/massa kendaraan, walaupun versnelleng dirubah posisinya/dimasukkan maka CDI tetap mendapatkan massa/ground. Sehingga mesin tetap bias hidup.




Related Posts:

  • PENGERTIAN LAS LISTRIK DAN ASETELIN v\:* {behavior:url(#default#VML);} o\:* {behavior:url(#default#VML);} w\:* {behavior:url(#default#VML);} .shape {behavior:url(#default#VML);} Normal 0 false false false false EN-US X-NONE … Read More
  • RANGKAIAN PENGISIAN DAN RANGKAIAN CDI v\:* {behavior:url(#default#VML);} o\:* {behavior:url(#default#VML);} w\:* {behavior:url(#default#VML);} .shape {behavior:url(#default#VML);} Normal 0 false false false false IN X… Read More

1 comment:

  1. The Best Gambling Sites - JtmHub
    Best Gambling Sites - Where 전라남도 출장마사지 To Play · Betway · Betway 광주 출장안마 Casino 영주 출장마사지 · 양주 출장안마 Betway.io · Betway 상주 출장마사지 Sportsbook · 888 Casino · Caesars Casino.

    ReplyDelete

Ask friends for more Stamina!

Ask friends for more Stamina!

Unordered List

BLOGER FHOTO

Sample Text

Blog Archive