RANGKAIAN
PENGISIAN DAN RANGKAIAN CDI
Di susun guna
memenuhi tugas mata kuliah TEKNIK LISTRIK DAN ELEKTRONIKA
SYUKRIADI : K2513103
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN TEKNIK MESIN
JURUSAN
PENDIDIKAN TEKNIK DAN KEJURUAN
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
SEBELAS MARET
SURAKARTA
2015
BAB
I
1. SISTEM PENGISIAN
1.2 Pengertian Sistem Pengisian
Sistem pengisian mempunyai 3 komponen
penting yakni Aki, Alternator dan Regulator. Alternator ini berfungsi bersama sama
dengan Aki untuk menghasilkan listrik ketika mesin dihidupkan, hasil yang
dihasilkan oleh alternator adalah tegangan AC, yang kemudian dikonversi atau
diubah menjadi tegangan DC.
2.1 Cara Kerja Sistem Pengisian
Ketika mesin berputar dengan kecepatan
putaran semakin tinggi, pada generator atau pembangkit tegangan terbentuk arus
listrik bolak balik atau alternating current yang terus meningkat tegangannya
seiring putaran mesin, diperlukan regulator untuk membatasi tegangan sesuai
yang di perlukan, dengan mengurangi suplay arus listrik ke rotor koil untuk
mengurangi gaya medan magnet yang terbentuk. Dengan beban besar, maka
alternator akan menghasilkan arus yang besar pula, begitu juga
sebaliknya,seperti contoh saat mesin habis di starter, maka pengisian alternator
akan besar, dan mengecil secara otomatis setelah arus aki tercukupi. Bisa juga
saat kita menyalakan lampu besar, maka kinerja alternator akan otomatis naik.
Pada
dasarnya alternator memiliki beberapa terminal utama diantara nya terminal F,
terminal N, terminal E ada juga yang tidak pakai terminal E karena terminal E
sama dengan ground, serta terminal B+ dan Ground. Seiring dengan kebutuhan
beban dan fitur kendaraan terminal alternator juga di sesuaikan dengan
kebutuhan tersebut.
BAB
II
A.
PENGERTIAN RANGKAIAN PENGISIAN ACCU
Rangkaian Pengisi ACCU adalah sebuah rangkaian dimana
mempunyai fungsi dalam mengaktifkan mesin dan menghidupkan kembali serta
mengulang proses kerja pengapian. Rangkaian tersebut juga merupakan
rangkaian yang paling sering digunakan disetiap kendaraan, khususnya sepeda
motor. Oleh karena hal tersebut, saat ini peran aki merupakan hal yang paling
penting bagi masyarakat Indonesia, karena lebih dari setengah warganya
menggunakan kendaraan bermotor untuk bepergian, oleh karena itu dengan
mempelajari rangkaian ACCU Anda menjadi lebih dekat lagi untuk memahami
kendaraan yang sering Anda gunakan kemanapun yang Anda inginkan tersebut.
Berikut adalah sebuah penjelasan singkat tentang rangkaian ACCU yang bisa Anda
pelajari dalam waktu singkat ini. Aki atau ACCU yang paling sering digunakan
untuk mobil dan motor adalah jenis aki basah. Dalam mengerti rangkaian
pengisi ACCU ada baiknya kalau kita mengetahui jenis aki yang akan
Anda isi tersebut. Aki basah adalah yang sering digunakan, dalam sebulan
minimal Anda harus melihat level ketinggian aki agar tidak kurang dari level
minimum, karena hal itu sebenarnya akan merusak sel dari aki tersebut, dan
ketika sudah berada dekat dengan titik minimal baiknya Anda mengis aki tersebut
dengan air aki. Ciri-ciri aki yang rusak adalah ketika tidak bisa menyimpan
arus listrik dengan baik atau tegangannya turun dari yang seharusnya, biasanya
hal ini ditandai dengan bunyi klakson yang tidak seperti biasanya. Untuk
mengisi aki otomatis dibutuhkan rangkaian automatic lead acid battery charger
yang memberikan arus pengisian ke aki secara konstan.
Rangkaian pengisi ACCU ini biasanya dapat digunakan untuk mengisi aki 6, 12, dan 24 volt,
tergantung dari setting pada trimpot VR. Kapasitas accu yang bisa di isi
maksimal adalah 60Ah, jika Anda menginginkan kapasitas yang lebih besar maka
komponen SCR dapat diganti dengan tipe yang lebih besar. Rangkaian ini tidak
menggunakan relay sebagai pemutus arusnya, tetapi menggunakan SCR sehingga
memiliki ketahanan yang lebih bagus.
Gambar Skema Rangkaian Pengisi ACCU
B. RANGKAIAN PENGISISAN
AKI PADA SEPEDA MOTOR/MOBIL
Sistem kelistrikan pada
kendaraan mobil selain sistem pengapian dan sistem starter adalah sistem
pengisian. Sistem ini merupakan sistem yang mempunyai fungsi menyediakan atau
menghasilkan arus listrik yang nantinya dimanfaatkan oleh komponen kelistrikan
pada kendaraan dan sekaligus mengisi ulang arus pada baterai. Baterai pada
kendaraan merupakan sumber listrik arus searah. Sifat muatannya adalah akan
habis jika dipakai terus secara kontinu. Padahal keperluan arus listrik bagi
perlengkapan kendaraan adalah setiap saat,utamanya akan banyak dihabiskan oleh
sistem starter. Muatan listrik baterai akan berkurang bahkan habis apabila komponen
kelistrikan kendaraan dihidupkan saat mesin mati.
Dengan demikian agar
baterai selalu siap pakai dalam arti muatannya selalu penuh, maka harus ada
suatu sistem yang dapat mengisi ulang muatan. Nah sistem pengisian inilah yang
mempunyai fungsi tersebut.Sistem pengisian bekerja apabila mesin dalam keadaan
berputar. Selama mesin hidup sistem pengisian yang akan menyuplai arus listrik
bagi semua komponen kelistrikan yang ada, namun jika pemakaian arus tidak
terlalu banyak dan ada kelebihan arus, maka arus akan mengisi muatan di
baterai. Dengan demikian baterai akan selalu penuh muatan listriknya. Arus yang
dihasilkan oleh sistem pengisian adalah arus bolak balik. Padahal semua sistem
dan komponen kelistrikan kendaraan memakai arus searah. Diodalah yang berfungsi
menyearahkan arus bolak balik.
1.
KOMPONEN
SISTEM PENGISIAN
Adapun komponen sistem pengisian adalah sebagai
berikut:
a.
Baterai,
sebagai sumber arus dan media penyimpanan arus
pengisian Fungsi lainnya sebagai pemasok arus listrik untuk kebutuhan
lampu-lampu waktu kendaraan berhenti/parkir di malam hari, alarm, jam
elektronik, dan sebagainya saat mesin mati. Ketika mesin hidup, aki berhenti
bekerja. la hanya menerima pengisian yang dikirim oleh alternator
b.
Kunci
Kontak,
sebagai pemutus dan penghubung arus dari baterai ke
regulator
c.
Regulator,
Tegangan listrik dar alternator tidak selalu konstan
hasilnya, karena hasil listrik alternator tergantung kecepatan putaran mesin.
Fungsi regulator adalah mengatur besarnya arsu listrik yang masuk kedalam rotor
coil sehingga tegangan yang dihasilkan oleh alternator tetap/konstan menurut
harga yag ditentukan walaupun kecepatannya berubah-ubah, selain itu juga
berfungsi untuk mematikan tanda dari lampu pengisian, lampu ini akan
otomatis mati apabila alternator sudha menghasilkan arus listrik.
Gambar diatas memperlihatkan
hubungan fungsi dari regulator, alternator dan baterai. Regulator pada mobil
ada dua jenis yaitu regulator tipe kontak point dan regulator tipe IC.
a)
regulator
alternator tipe kontak point
yaitu memanfaatkan kontak point yang mengikuti voltage
regulator dan voltage relay. Voltage regulator dan voltage relay merupakan
kumparan yang akan menghasilkan kemagnetan jika di aliri listrik, selanjutnya
kemagnetan tersebut akan menggerakkan kontak point.
b)
regulator
tipe IC,
untuk regulator tipe ini biasanya dipakai pada mobil
keluaran baru. Regulator tipe ini sudah bekerja secara elektronik sehingga
lebih awet, keuntungan yang lain dengan menggunakan regulator tipe IC ini
adalah
d.
Alternator.
Alternator berfungsi untuk merubah energi mekanik yang
didapatkan dari mesin menjadi tenaga listrik. Energi mekanik mesin dihubungkan
oleh pully yang memutarkan rotor sehingga membangkitkan arus bolak-balik pada
stator yang diubah menjadi arus searah oleh dioda. Bagian utama dari sebuah
Alternator terdiri dari sebuah rotor yang membangkitkan elektromagnetik, stator
yang membangkitkan arus listrik dan dioda yang menyearahkan arus listrik.
Sebagai tambahan terdapat pula brush yang mengalirkan arus ke rotor coil untuk
membentuk garis gaya magnet, bearing untuk memperhalus putaran motor dan fan
untuk mendinginkan rotor, stator, dan dioda. Semua bagian tersebut dipegang
oleh front dan rear frame.
Konstruksi Alternator terdiri dari:
1)
Puli (Pully)
Puli berfungsi untuk tali kipas.
2)
Kipas (Fan)
Fungsi kipas untuk mendinginkan diode dan
kumparan-kumparan pada Alternator.
3)
Brush
Yaitu berfungsi sebagai panghantar arus kerotor coil
Yaitu berfungsi sebagai panghantar arus kerotor coil
4)
Rotor coil
Rotor tersusun dari inti kutub magnet (pole core),
Field coil (rotor koil), slip ring dan rotor shaft. Field coil tersebut
digulung dengan cara penggulungan yang arahnya sama dengan putarannya, dan
masing-masing ujungnya dihubungkan pada slip ring, kedua inti kutub dipasang
pada kutub ujung kumparan sebagai penutup field coil. Garis gaya magnet akan
timbul pada saat arus mengalir, salah satu kutub menjadi kutub N dan yang lain
menjadi kutub S. Slip ring tersebut dibuat dari logam baja putih (stainless
stell) dengan permukaan yang berhubungan dengan brush dan dikerjakan sangat
halus. Slip ring dipisahkan dari poros rotor (rotor shaft).
e.
Stator coil
Stator terdiri dari inti magnet dan kumparan, bagian
depan dan belakang dipasang frame sebagai pelindung. Gulungan terdiri dari
kawat tembaga yang dilapisi dengan lapisan tipis yang bersifat isolator. Di
bagian dalam terdapat slotslot yang terdiri dari tiga kumparan yang terdiri
dari tiga kumparan yang bebas. Inti magnet bertugas sebagai saluran garis-garis
gaya magnet. Gulungan kawat pada stator berjumlah tiga pasang yang dipasangkan
secara segi tiga atau bintang, namun yang paling banyak dipakai adalah hubungan
bintang, arus listrik yang dihasilkan adalah arus bolak balik tiga phase.
f.
Rectifier
(silicon diode)
Pada diode holder terdapat tiga buah diode positif dan
tiga buah diode negative. Arus yang dibangkitkan oleh alternator dialirkan dari
diode holder pada posisi positif sehingga terisolasi dari end frame. Selama
proses penyearah, diode menjadi panas sehingga diode holder bekerja
meradiasikan panas ini dan mencegah diode menjadi terlalu panas. Pada model
yang lama bagian diode positif (+) mempunyai rumah yang lebih besar dari bagian
negative (-). Selain perbedaan tersebut ada lagi perbedaannya yaitu strip merah
pada diode positif dan strip hitam pada diode negatif.
g.
Frame
Mempunyai dua fungsi yaitu sebagai pendukung rotor dan
sebagai pemegang dengan mesin, kedua frame mempunyai beberapa saluran udara
untuk meningkatkan kemampuan pendinginan.
2. Cara Kerja Intern Pengisian Pada Posisi Mesin Mati
a)
Arus yang ke
field coil.
Terminal (+) baterai → fusible link → kunci kontak → (IG
switch) → fuse terminal IG regulator → point PL 1 → point PL o →
terminal F regulator → terminal F alternator → brush → slip ring → rotor coil →
slip ring → brush → terminal E alternator → massa body.
Akibatnya rotor terbangkitkan dan timbul kemagnetan yang selanjutnya arus tersebut disebut arus medan (field current).
Akibatnya rotor terbangkitkan dan timbul kemagnetan yang selanjutnya arus tersebut disebut arus medan (field current).
b)
Arus ke lampu indicator
Terminal
(+) baterai → fusible link → kunci kontak IG (IG switch) → fuse → lampu CHG →
terminal L regulator → titik kontak Po→ titik kontak P1 → terminal E regulator
→ massa body.
Akibatnya lampu indicator (lampu CHG) menyala.
Akibatnya lampu indicator (lampu CHG) menyala.
3. Mesin Dari Kecepatan Rendah ke
Kecepatan Sedang.
Sesudah
mesin hidup dan rotor pada alternator
berputar, tegangan / voltage dibangkitkan dalam stator
coil, dan tegangan netral dipergunakan untuk
voltage relay, karena itu lampu charge jadi mati. Pada waktu yang sama tegangan
yang di keluarkan beraksi pada voltage
regulator. Arus medan (field current) yang ke
rotor dikontrol dan disesuaikan dengan
tegangan yang dikeluarkan terminal B yang
beraksi pada Voltage regulator. Demikianlah
salah satu arus medan akan lewat menembus
atau tidak menembus resistor R, tergantung
pada keadaan titik kontak PO.
Bila gerakan PO dari voltage relay, membuat hubungan dengan titik kontak P2, maka pada sirkuit sesudah dan sebelum lampu pengisian (charge) tegangannya sama sehingga arus tidak akan mengalir ke lampu dan akhirnya lampu mati. Untuk jelasnya aliran arus pada masing-masing peristiwa sebagai berikut:
Bila gerakan PO dari voltage relay, membuat hubungan dengan titik kontak P2, maka pada sirkuit sesudah dan sebelum lampu pengisian (charge) tegangannya sama sehingga arus tidak akan mengalir ke lampu dan akhirnya lampu mati. Untuk jelasnya aliran arus pada masing-masing peristiwa sebagai berikut:
a)
Tegangan netral
Terminal N alternator →
terminal N regulator → magnet coil dari
voltage relay → terminal E regulator → massa body. Akibatnya pada magnet
coil dari voltage relay akan terjadi kemagnetan dan dapat menarik titik kontak
Po dan P1 dan selanjutnya Po akan bersatu dengan P2 dengan demikian lampu
pengisian (charge) jadi mati.
b)
Tegangan yang keluar (output voltage)
Terminal
B alternator → terminal B regulator → titik kontak P2 → titik kontak
Po → magnet coil dari voltage regulator → terminal E regulator →
massa body.
Akibatnya pada coil voltage regulator timbul kemagnetan yang dapat mempengaruhi posisi dari titik kontak (point) PLo akan tertarik pada PL1 sehingga pada kecepatan sedang PLo akan mengambang (seperti pada gambar rangkaian).
Akibatnya pada coil voltage regulator timbul kemagnetan yang dapat mempengaruhi posisi dari titik kontak (point) PLo akan tertarik pada PL1 sehingga pada kecepatan sedang PLo akan mengambang (seperti pada gambar rangkaian).
c)
Arus yang ke field (field current)
Terminal
B alternator → IG switch → fuse → terminal IG regulator → point
PL1 → point PL2 → resistor
R → terminal F regulator → terminal F
alternator → rotor coil → terminal E alternator → massa body.
Dalam
hal ini jumlah arus / tegangan yang masuk ke rotor coil biasanya melalui dua
saluran.
a.
Bila kemagnetan di voltage regulator
besar dan mampu menarik PLo dari PL1 maka arus yang mengalir ke rotor
coil akan melalui resistor R. Akibatnya arus akan kecil dan kemagnetan yang
ditimbulkan rotor coil pun kecil (berkurang).
b.
Sedangkan jika pada saat voltage
regulator lemah dan PLo tidak tertarik pada PL1
maka arus yang ke rotor coil
akan tetap melalui poin PL1 ke
PLo. Akibatnya arus tidak melalui resistor dan arus yang masuk ke rotor
coil akan normal kembali.
d)
Output current
Terminal B
alternator → baterai dan beban → massa body
4.
Mesin dari Kecepatan Sedang ke Kecepatan
Tinggi Bila putaran mesin bertambah, voltage
yang dihasilkan oleh kumparan stator menjadi naik, dan gaya
tarik dari kemagnetan kumparan voltage regulator menjadi lebih kuat. Dengan
gaya tarik yang lebih kuat, field
current yang ke rotor akan mengalir terputus-putus
(intermittently), akan tetapi selama mesin berputar tinggi arus dapat mengalir
ke rotor coil. Dengan kata lain, gerakan titik kontak PLo dari voltage
regulator kadang-kadang membuat hubungan dengan titik kontak PL2. Bila
gerakan titik kontak PLo pada regulator
berhubungan dengan titik kontak PL2, field
coil akan dibatasi. Bagaimana pun juga,
point Po dari voltage relay tidak akan terpisah dari point
P2, sebab tegangan neutral terpelihara dalam sisa flux dari rotor. Aliran
arusnya adalah sebagai berikut:
a)
Voltage Neutral (tegangan netral)
Terminal
N alternator → terminal N regulator →
magnet coil dari voltage relay → terminal E regulator → massa body.
Arus ini sering disebut juga neutral voltage
b)
Output voltage
Terminal
B alternator → terminal B regulator → point P2 → point Po →
magnet coil dari N regulator → terminal E regulator. Ini yang disebut dengan
output voltage.
5.
Tidak ada arus ke Field Current
Terminal
B alternator → IG (switch) → fuse → terminal IG regulator → resistor R →
terminal F regulator → terminal F alternator → rotor coil → point PLo → ground
(no. F.C) → terminal E alternator → massa (F current). Bila arus
resistor R → mengalir terminal F
regulator → rotor coil → massa, akibatnya arus yang ke
rotor ada, tetapi jika PLo menempel PL 2 → maka arus mengalir ke massa
sehingga yang ke rotor coil tidak ada.
6.
Output Current
Terminal
B alternator baterai / load masa.
Type
IC Regulator
a)
Konstruksi
Konstruksi pada alternator type IC Regulator hampir sama dengan yang ada pada type konvensional, yang membedakan keduanya adalah hanya pada penggunaan IC Regulatornya .
Konstruksi pada alternator type IC Regulator hampir sama dengan yang ada pada type konvensional, yang membedakan keduanya adalah hanya pada penggunaan IC Regulatornya .

ü IC
Regulator
IC
Regulator mempunyai fungsi membatasi tegangan
yang dikeluarkan alternator dengan mengatur arus
field yang mengalir pada rotor coil.
Perbedaan antara keduanya adalah pemutusan arus,
sedangkan pada regulator type poin pemutusan arus oleh
relay. IC (Integrited Circuit) adalah sirkuit yang dikecilkan yang
terdiri dari bagian-bagian listrik dan
elektronik kecil (transistor, dioda,
resistor, kapasitor, dan lain-lain).
resistor, kapasitor, dan lain-lain).
dalam
sirkuit diagram IC regulator pada saat
tegangan output terminal B rendah tegangan
baterai mengalir ke Tr1 melalui resistor R1
dan Tr1 ON pada saat itu arus field ke rotor coil mengalir dari B →
rotor coil → F → Tr1 → E. Putaran rendah : B → R1 → B Tr1 → E Tr1 → massa.
Mengakibatkan
Tr1 ON. Stator → Rotor Coil → F → C Tr1 → Massa. Putaran tinggi : B→ R1 → DZ → B Tr2 → E Tr2 → Massa. Mengakibatkan Tr2 ON. Stator Coil → B → R1 → C Tr2 → E Tr2 → Massa. Mengakibatkan Tr1 OFF.
Pada saat tegangan output pada terminal B tinggi, tegangan yang lebih tinggi itu dialirkan ke dioda zener (ZD) dan bila tegangan (ZD) menjadi penghantar akibatnya Tr2 ON dan Tr1 OFF. Alternator pada gambar tersebut adalah compact alternator dengan netral point dioda. Pada alternator, IC regulator yang mengatur arus perangsang (exceting current). IC berfungsi sebagai detektor rotor coil open circuit dan untuk lampu peringatan pengisian.
Tr1 ON. Stator → Rotor Coil → F → C Tr1 → Massa. Putaran tinggi : B→ R1 → DZ → B Tr2 → E Tr2 → Massa. Mengakibatkan Tr2 ON. Stator Coil → B → R1 → C Tr2 → E Tr2 → Massa. Mengakibatkan Tr1 OFF.
Pada saat tegangan output pada terminal B tinggi, tegangan yang lebih tinggi itu dialirkan ke dioda zener (ZD) dan bila tegangan (ZD) menjadi penghantar akibatnya Tr2 ON dan Tr1 OFF. Alternator pada gambar tersebut adalah compact alternator dengan netral point dioda. Pada alternator, IC regulator yang mengatur arus perangsang (exceting current). IC berfungsi sebagai detektor rotor coil open circuit dan untuk lampu peringatan pengisian.
7.
Cara Kerja Sistem Pengisian IC Regulator
a.
Kunci kontak ON, mesin mati
Bila
kunci kontak ON, maka tegangan baterai mengalir
ke terminal IC Regulator. Tegangan akan
dideteksi oleh MIC dan Tr1 ON,
arus perangsang mengalir ke rotor coil melalui baterai dan terminal B.
Lihat gambar dibawah ini:
Untuk mengurangi pengeluaran arus baterai pada saat kunci kontak ON seperti
ini, MIC mempertahankan arus perangsang pada harga yang kecil (0,2 A)
dengan ON – OFF pada Tr1 dengan
cara terputus-putus. Tegangan terminal P adalah
0 dan ini dideteksi oleh MIC dan
mengakibatkan Tr2 OFF, Tr3 ON sehingga
lampu peringatan pengisian menyala.
b.
Pembangkitan arus oleh alternator
(tegangan dibawah standar)
Bila
alternator mulai membangkitkan arus, maka
tegangan terminal P naik MIC merubah
Tr1 dan ON – OFF putus-putus
menjadi terus ON ini menyebabkan baterai mengalirkan arus
perangsang yang cukup ke rotor coil.
Pada saat tegangan terminal P naik, MIC membuat Tr3 OFF dan Tr2 ON dan lampu peringatan pengisian mati. Jalannya rotor coil berputar → stator coil menghasilkan arus → B alternator mengisi baterai. Arus N alternator → N relay → kumparan positif, maka lampu mati karena tidak dapat massa. Kontak poin semula F → IG berpindah F → B. Dioda zener tidak menjadi penghantar bila output alternator dibawah tegangan regulator. Demikian arus yang mengalir ke Tr1 terputus oleh zener dioda.
Pada saat tegangan terminal P naik, MIC membuat Tr3 OFF dan Tr2 ON dan lampu peringatan pengisian mati. Jalannya rotor coil berputar → stator coil menghasilkan arus → B alternator mengisi baterai. Arus N alternator → N relay → kumparan positif, maka lampu mati karena tidak dapat massa. Kontak poin semula F → IG berpindah F → B. Dioda zener tidak menjadi penghantar bila output alternator dibawah tegangan regulator. Demikian arus yang mengalir ke Tr1 terputus oleh zener dioda.
c.
Pembangkitan arus oleh alternator
(mencapai tegangan standar)
Pengisian tetap tidak menyala bila Tr1 ON dan tegangan terminal S mencapai harga standar, kondisi seperti ini dideteksi oleh MIC dan Tr1 OFF. Apabila tegangan terminal S turun di bawah standar maka MIC mendeteksi penurunan ini dan Tr1 ON lagi.
Pengulangan proses ini terminal S akan terus pada harga standar tegangan terminal P tinggi MIC mempetahankan Tr3.
Pengisian tetap tidak menyala bila Tr1 ON dan tegangan terminal S mencapai harga standar, kondisi seperti ini dideteksi oleh MIC dan Tr1 OFF. Apabila tegangan terminal S turun di bawah standar maka MIC mendeteksi penurunan ini dan Tr1 ON lagi.
Pengulangan proses ini terminal S akan terus pada harga standar tegangan terminal P tinggi MIC mempetahankan Tr3.
d.
Terbuka pada sirkuit regulator sensor
(Terminal S)
Bila sirkuit regulator sensor terbuka pada saat alternator berputar (tidak ada input dari terminal S) yang dideteksi oleh MIC Tr1 ON dan OFF untuk mempertahankan tegangan terminal B antara 13,3 V dan 16,3 V. Bila MIC mendeteksi (tidak ada input dari terminal S) Tr2 OFF dan Tr3 ON menyebabkan lampu peringatan menyala.
Bila sirkuit regulator sensor terbuka pada saat alternator berputar (tidak ada input dari terminal S) yang dideteksi oleh MIC Tr1 ON dan OFF untuk mempertahankan tegangan terminal B antara 13,3 V dan 16,3 V. Bila MIC mendeteksi (tidak ada input dari terminal S) Tr2 OFF dan Tr3 ON menyebabkan lampu peringatan menyala.
e.
Terbuka pada terminal B alternator Pengisian
baterai yang tidak dapat
berlangsung sehingga MIC
mempertahankan tegangan terminal B 20 V
dengan basis tegangan terminal P membuat
Tr1 ON dan Tr2 OFF. Bila
pengisian baterai tidak terus berlangsung maka tegangan
baterai tentu akan menurun, Tegangan baterai turun dibawah 13V,
ini dideteksi oleh MIC selanjutnya Tr2 OFF dan Tr3 ON dan menyebabkan lampu peringatan menyala.
ini dideteksi oleh MIC selanjutnya Tr2 OFF dan Tr3 ON dan menyebabkan lampu peringatan menyala.
f.
Terbukanya sirkuit rotor coil Bila
rotor coil terbuka
pengisian baterai
berhenti dikarenakan pembangkitan listrik
berhenti dan tegangan output terminal P
menjadi nol. Bila kondisi ini tidak ada
pembangkitan listrik tegangan terminal P
nol, kondisi ini dideteksi oleh MIC dan Tr2 OFF sedangkan Tr3
ON lampu peringatan menyala
B. RANGKAIAN
CDI PADA MOTOR / MOBIL
Sistem pengapian kondensator (kapasitor) atau CDI (bahasa Inggris: Capacitor
Discharge Ignition) merupakan salah satu jenis sistem pengapian pada kendaraan yang
memanfaatkan arus pengosongan muatan (discharge current) dari kondensator, guna
mencatudaya Kumparan pengapian (ignition coil).
1. Kumparan pengapian yang dipakai
haruslah mempunyai nilai Induktansi yang besar, sehingga unjuk kerjanya di putaran
tinggi mesin kurang memuaskan.
2. Bentuk fisik kumparan pengapian yang
dipakai relatif besar.
3. Pemakaian kontak pemutus (breaker
contact) menuntut perawatan dan penggantian komponen tersendiri.
4. Membutuhkan Pencatu daya yang mempunyai keluaran dengan Beda potensial listrik yang relatif rendah dan Kuat arus listrik yang relatif besar. Hal ini menuntut pemakaian komponen penghubung
yang mempunyai nilai Resistansi serendah mungkin.
Walaupun pada nantinya
dikembangkan Sistem pengapian transistor atau TSI (Transistorized
Switching Ignition) atau TCI (Transistor Controlled Ignition) yang menggunakantransistor untuk menggantikan kontak pemutus,
perlahan-lahan kurang diminati seiring dengan kemajuan teknologi.
Cara kerja
Awalnya
sebuah pencatu daya akan mengisi muatan pada kondensator dalam bentuk Arus listrik searah sampai mencapai beberapa ratus
volt. Selanjutnya sebuah pemicu akan diaktifkan untuk menghentikan proses
pengisian muatan kondensator, sekaligus memulai proses pengosongan muatan
kondensator untuk mencatudaya kumparan pengapian melalui sebuah Saklar elektronik.
Karena bekerja dengan secara
elektronik, sebagian besar komponennya merupakan komponen-komponen elektronik
yang ditempatkan pada Papan rangkaian tercetak atau Printed Circuit Board
(PCB), lalu dibungkus dengan bahan khusus agar terlindungi dari kotoran, uap,
cairan maupun panas. Banyak orang yang menyebutnya modul CDI (CDI module),
kotak CDI (CDI box), atau "CDI" saja.
Berdasarkan pencatu dayanya, sistem
pengapian CDI terbagi menjadi dua jenis, yaitu:
1. Sistem pengapian CDI AC yang
merupakan dasar dari sistem pengapian CDI, dan menggunakan pencatu daya dari
sumber Arus listrik
bolak-balik (dinamo
AC/alternator).
2. Sistem pengapian CDI DC yang
menggunakan pencatu daya dari sumber arus listrik searah (misalnya dinamo
DC, Batere, maupun Aki).
Awalnya sebuah pencatu daya akan
mengisi muatan pada kondensator dalam bentuk Arus listrik searah sampai mencapai beberapa ratus
volt. Selanjutnya sebuah pemicu akan diaktifkan untuk menghentikan proses
pengisian muatan kondensator, sekaligus memulai proses pengosongan muatan
kondensator untuk mencatudaya kumparan pengapian melalui sebuah Saklar elektronik.
Karena bekerja dengan secara
elektronik, sebagian besar komponennya merupakan komponen-komponen elektronik
yang ditempatkan pada Papan rangkaian tercetak atau Printed Circuit Board
(PCB), lalu dibungkus dengan bahan khusus agar terlindungi dari kotoran, uap,
cairan maupun panas. Banyak orang yang menyebutnya modul CDI (CDI module),
kotak CDI (CDI box), atau "CDI" saja.
Berikut bagian-bagian yang bisa
ditemui (atau mungkin beberapa diantaranya kadang-kadang tidak dipakai karena
sesuatu hal) di dalam suatu sistem pengapian CDI:
1. Kumparan pengisian (charging coil).
2. Kumparan pemicu (trigger/pulser
coil).
6. Kunci kontak (contact switch).
8. Saklar elektronik (electronic
switch).
9. Pengatur/penyetabil tegangan
(voltage regulator/stabilizer).
11.
Pengubah
tegangan (voltage converter/inverter).
12.
Pelipat
tegangan (voltage multiplier).
13.
Kumparan
pengapian (ignition coil).
14.
Kabel busi
(spark plug cable).
16.
Sistem
pengawatan (wiring system).
17.
Jalur
bersama (common line).
CDI atau Capacitor Discharge
Ignition adalah sistem pengapian pada mesin pembakaran dalam dengan
memanfaatkan energi yang disimpan didalam kapasitor yang digunakan untuk
menghasilkan tengangan tinggi ke koil pengapian sehingga dengan output
tegangan tinggi koil akan menghasilkan spark di busi. Besarnya energi yang
tersimpan didalam kapasitor inilah yang sangat menentukan seberapa kuat spark
dari busi untuk memantik campuran gas di dalam ruang bakar. Semakin besar
energi yang tersimpan didalam kapasitor maka semakin kuat spark yang dihasilkan
di busi untuk memantik campuran gas bakar dengan catatan diukur pada penggunaan
koil yang sama. Energi yang besar juga akan memudahkan spark menembus kompresi
yang tinggi ataupun campuran gas bakar yang banyak akibat dari pembukaan
throttle yang lebih besar.
Skema CDI secara umum
Dari uraian di atas dapat kita
simpulkan bahwa CDI yang kita pasang untuk pengapian sangat berpengaruh pada
performa kendaraan yang kita gunakan. Hal ini disebabkan karena dengan
penggunaan pengapian yang baik maka pembakaran di dalam ruang bakar akan tuntas
dan sempurna sehingga panas yang dihasilkan dari pembakaran akan optimal.
Kenapa panas sangat berpengaruh? Karena disain dari mesin bakar itu sendiri,
yaitu mengubah energi kimia menjadi energi panas untuk kemudian diubah menjadi
energi gerak. Semakin panas hasil pembakaran di ruang bakar artinya semakin
besar ledakan yang dihasilkan dari campuran gas di ruang bakar sehingga
menghasilkan energi gerak yang besar pula di mesin. Panas disini adalah panas
yang dihasilkan murni dari ledakan campuran gas bakar, bukan karena gesekan
antar komponen didalam ruang bakar. Dengan kata lain panas yang dimaksudkan
adalah panas ideal yang dapat dihasilkan dari pembakaran campuran gas bakar
dengan energi dari sistem pengapian yang digunakan.
Bagaimana kita mengetahui besarnya energi dari sistem
pengapian (pada kasus ini CDI) yang kita gunakan? Besarnya energi ini dapat
dihitung dengan menggunakan rumus dasar untuk menghitung energi kapasitor yaitu
: e=1/2*c*v*v. Dimana c adalah besarnya kapasitor yang digunakan (dalam satuan
Farad) dan V adalah tegangan yang disimpan di kapasitor tersebut. Misalkan saja
kapasitor yang digunakan 1uF dan tegangan yang disimpan 300V maka energi dari
kapasitor tersebut dihitung menggunakan rumus tadi adalah 45 mili Joule. Energi
inilah yang akan dikirimkan ke busi melalui koil yang kemudian akan digunakan
untuk memantik campuran gas di ruang bakar. Oleh karena itu semakin besar
energi ini, semakin kuat spark yang dihasilkan oleh busi.
Spark energy
Besarnya energi ini biasanya (dan seharusnya)
disebutkan pada spesifikasi CDI yang kita gunakan. Kenapa? Karena inilah inti
dari CDI itu sendiri, yaitu energi yang dihasilkan. Disinilah kita bisa
membandingkan atau memberikan suatu justifikasi bahwa sebuah CDI lebih
powerfull dibandingkan CDI lain ataupun CDI bawaan standar pabrikan kendaraan.
Namun bagaimana jika spesifikasi dari CDI yang kita gunakan tidak menyebutkan
besarnya energi yang dihasilkan? Tentunya produsen CDI yang baik akan
memberikan besaran-besaran spesifikasi lain yang digunakan oleh CDInya.
Biasanya produsen akan memberikan tegangan output CDI, arus yang dikonsumsi,
dan range RPM yang bisa dilayani oleh CDI tersebut. Disini masih ada satu
pertanyaan untuk mencari nilai C yang digunakan, karena besarnya energi
dihitung dengan nilai C kapasitor sedangkan produsen CDI memang jarang
menyebutkan berapa besar C kapasitor yang digunakan.
Bagaimana kita mendapatkan besaran nilai C kapasitor?
Tentu saja dengan menggunakan kembali parameter spesifikasi CDI yang diberikan
oleh produsen. Dari teori rangkaian listrik pada suatu sistem bahwa jumlah daya
yang dikeluarkan maksimum sama dengan daya input (pada efisiensi 100%),
maka kita dapat memperoleh selain nilai C kapasitor juga nilai energi yang
digunakan. Daya input dihitung dengan P = V*I, dimana V adalah sumber tegangan
untuk mencatu CDI, yaitu baterai (accu) dan I adalah arus dari baterai yang
dikonsumsi CDI pada RPM maksimum yang masih dapat dilayani CDI.
Misalkan pada suatu CDI diketahui spesifikasi sebagai
berikut :
tegangan kerja : 11 – 14.5 V
konsumsi arus : 0.1 – 0.75 A
tegangan output: 300 V
range RPM : 500 – 20000 rpm
Dari spesifikasi diatas dapat kita peroleh daya input
CDI adalah P = 12 * 0.75, hasilnya adalah 9 watt. Disini digunakan V = 12
karena memang baterai (accu) yang umum digunakan di kendaraan (motor) adalah
tipe 12 volt. Arus (I) yang digunakan adalah 0.75 A (arus maksimum dengan
acuan spesifikasi di atas) karena arus inilah yang digunakan untuk mengisi
kapasitor pada RPM maksimum CDI (20000 rpm). Kenapa menggunakan acuan pada
kondisi rpm maksimum? Karena CDI tersebut didisain untuk bekerja pada range RPM
rendah- tinggi (500 – 20000 rpm). Semua disain CDI dihitung pada kondisi
maksimum agar dapat beroperasi pada range RPM, karena pada RPM maksimum sistem
CDI harus mengisi kapasitor sampai tegangan out yang ditentukan (300 V) sebelum
satu putaran crankshaft. Karena setiap satu putaran crankshaft pasti tegangan
tersebut akan dilepaskan ke koil sebagai akibat posisi sensor yang ditempatkan
di magnet. Sehingga pengapian terjadi setiap 360 derajat atau dengan kata lain
pengapian terjadi pada langkah kompresi dan langkah buang. Agar kapasitor dapat
terisi penuh sebelum sensor mentrigger di semua range RPM maka waktu maksimum
untuk mengisi kapasitor harus kurang dari waktu putaran crankshaft pada RPM
maksimum. Pada kasus ini waktu pengisian harus < 0.003 detik, yang
didapatkan dari rumus T=1/f, dimana f adalah RPM maksimum (20000 rpm = 333,333
Hz).
Dengan daya out CDI yang telah diketahui yaitu 9 watt,
dapat kita hitung berapa energi yang dilepaskan oleh CDI. Energi inilah yang
menjadi jaminan kualitas CDI yang kita gunakan. Energi ini dihitung dengan
rumus P = E/T atau menjadi E = P*T. T disini adalah waktu pada RPM maksimum
yaitu 0.003 sekon ( T=1/f, f=333.333Hz). Sehingga diperoleh E = 9*0.003 sama
dengan 0.027 Joule. Dengan rumus energi kapasitor maka diperoleh besaran C =
2*E/(V*V) yaitu 0.0000006 Farad atau 0.6 mikro Farad.
capacitor
Dengan teori daya, maka daya yang dikeluarkan CDI
maksimum sama dengan daya input yaitu 9 watt. Disini diasumsikan efisiensi
sistem adalah 100 %. Pada kenyataannya tidak ada sistem yang memiliki efisiensi
100 %. Pada prakteknya efisiensi untuk pembangkitan tegangan tinggi seperti CDI
berkisar di 80-85%, namun dengan disain rangkaian dan penggunaan komponen yang
baik dapat diperoleh efisiensi 90%. Efisiensi lebih dari 95% belum dapat
dicapai dengan teknologi komponen yang ada saat ini. Efisiensi 100% digunakan
hanya untuk mempermudah hitungan kita saja, namun untuk hasil perhitungan yang
lebih akurat sebaiknya besarnya efisiensi juga harus diperhatikan.
Energi 0.027 Joule diperoleh dengan efisiensi 100%,
bagaimana jika efisiensi bukan 100%? Katakanlah desain CDI memiliki efisiensi
85%, maka energi output CDI adalah 0.0229 Joule. Pada mesin bakar ada parameter
MIE (Minimum Ignition Energy) atau energi minimum yang dibutuhkan agar mampu
membakar gas di dalam ruang bakar. Besarnya MIE ini untuk tipikal mesin 1
silinder adalah 0.020 Joule. Dari sinilah kita bisa mengetahui sebenarnya
seberapa baikkah CDI yang kita gunakan. Dari kasus diatas ternyata beda energi
CDI hanya sekitar 0.0029 Joule yang artinya sangat kecil. Artinya apakah dengan
mengganti CDI dengan yang kita gunakan saat ini telah sesuai dengan ekspektasi?
Seperti yang disebutkan sebelumnya bahwa produsen CDI
yang baik harus mencantumkan energi dari CDI mereka karena hal inilah yang
menjadi jaminan bahwa produk mereka memang bagus. Karena energi CDI ini sangat
bergantung pada arus input, maka tak heran jika produsen CDI terkemuka selalu
mengeluarkan spesifikasi CDI sesuai dengan keperluannya. Hal ini dimaksudkan
agar tidak terjadi “tekor” pada accu yang digunakan. Sebagai contoh, pada
aplikasi CDI untuk keperluan harian (daily use) harus dikompensasi antara
energi yang digunakan dengan pemakaian arus yang tidak melebihi kapasitas
pengisian accu. Contoh lainnya pada aplikasi pengapian untuk drag race. Untuk
kasus ini mungkin saja tidak memperhitungkan berapa arus pengisian accu.
Karena pada drag race mesin hanya hidup selama beberapa menit saja dan selama
itu pula semua sumber daya yang ada di mesin di explore sebanyak-banyaknya
termasuk penggunaan energi CDI sebesar-besarnya dengan arus maksimal dari accu
yang digunakan.
Timing pengapian dan setingan lain tentu juga
berpengaruh pada hasil akhir performa mesin, namun jika kita lihat dari sisi
CDI itu sendiri, energi output lah yang menentukan kualitas CDI. Dengan timing
dan setingan lain yang sama, CDI dengan energi yang lebih besar akan
menghasilkan performa mesin yang lebih baik.
contoh timing pengapian
Dari paparan diatas maka dapat disimpulkan bahwa tidak
mungkin membuat CDI dengan spesifikasi “high energy” namun dengan konsumsi arus
yang kecil, dan tentu saja hal ini bertentangan dengan hukum daya. Ingatlah
bahwa rumus daya, tegangan, arus (hukum kekekalan energi) adalah sudah
matang alias sudah tidak bisa diutak-atik lagi sehingga semua hitungan dari
spesifikasi CDI jelas tidak berbohong.
Gambar Letak CDI
Gambar Diagram Sistem
Pengapian
Unit Capasitive Discharge Ignition (CDI) seperti
terlihat pada gambar diatas memeliki lima terminal yaitu terminal kabel warna
hitam strip kuning (B/Y) berhubungan dengan coil pengapian, terminal kabel
warna hitam strip pituh (B/W) berhubungan dengan kunci kontak, terminal kabel
warna hitam strip merah (B/R) berhubungan dengan alternator (spul), terminal
kabel warna biru strip kuning (L/Y) berhubungan dengan pembangkit pulsa
(pulser) dan terminal kabel warna hijau strip putih (G/W) berhubungan dengan
massa/Ground. Dengan mengalihkan kabel G/W capasitive discharge ignition (CDI)
yang menuju massa/ground dan kemudian menghubungkan kabel G/W ini dengan salah
satu terminal pada kontaktor magnit maka selanjutnya massa/ground ditentukan
oleh kontaktaor magnill.
Gambar Instalasi Pengaman
Tombol Klakson Belum Ditekan
Cara Kerja Rangkaian
Mesin hidup tombol klakson belum ditekan : Massa/ground
CDI (terminal G/W) , A6, A8, switch neutral, massa/ground. Jadi pada saat ini
massa/ground CDI berada pada switch neutral sehingga mesin tetap bisa hidup.
Jika versnelleng tidak pada posisi neutral atau sengaja versnelleng dirubah dari posisi neutral (0) ke posisi masuk 1 (satu), maka CDI tidak mendapatkan massa/ground sehingga system pengapian tidak menghasilkan pengapian guna pembakaran bahan baker di dalam selinder yang tentunya mesin akan matGambar Instalasi Pengaman Tombol Klakson Sudah Ditekan
Jika versnelleng tidak pada posisi neutral atau sengaja versnelleng dirubah dari posisi neutral (0) ke posisi masuk 1 (satu), maka CDI tidak mendapatkan massa/ground sehingga system pengapian tidak menghasilkan pengapian guna pembakaran bahan baker di dalam selinder yang tentunya mesin akan matGambar Instalasi Pengaman Tombol Klakson Sudah Ditekan
Dengan demikian massa/ground dari CDI yang tadinya
pada switch neutral sekarang beralih pada body/massa kendaraan, walaupun
versnelleng dirubah posisinya/dimasukkan maka CDI tetap mendapatkan
massa/ground. Sehingga mesin tetap bias hidup.
The Best Gambling Sites - JtmHub
ReplyDeleteBest Gambling Sites - Where 전라남도 출장마사지 To Play · Betway · Betway 광주 출장안마 Casino 영주 출장마사지 · 양주 출장안마 Betway.io · Betway 상주 출장마사지 Sportsbook · 888 Casino · Caesars Casino.